Dalam dinamika sengketa perpajakan, isu seputar pembebanan biaya dalam menghitung PPh Badan selalu menjadi fokus utama. Putusan Pengadilan Pajak atas perkara PT KMHI memberikan penegasan krusial mengenai dua hal: prinsip beban pembuktian dan perlakuan fiskal atas jenis biaya. Putusan ini menjadi pengingat bagi Wajib Pajak bahwa dalil sanggahan terhadap koreksi fiskal, apapun jenis koreksinya, harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
Sengketa ini bermula dari koreksi Penyesuaian Fiskal Positif oleh DJP yang tidak disetujui PT KMHI, yang nilainya mencapai lebih dari Rp9,1 miliar. Koreksi pokok yang disengketakan melibatkan beberapa pos biaya. Namun, artikel ini hanya akan membahas pembebanan biaya Obsolate Stock Expense On Provision and Late Costs, yang oleh DJP dinilai sebagai pencadangan atau provisi dan tidak dapat dibebankan secara fiskal berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh, dan koreksi atas biaya Government Duties & Levies, yang dinilai DJP tidak didasari oleh dokumen pendukung yang kuat.
PT KMHI menolak tuduhan DJP atas kedua jenis koreksi ini, mendalilkan bahwa semua biaya yang dibebankan oleh PT KMHI telah sesuai dengan prinsip 3M (Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara Penghasilan). Namun, Majelis sependapat dengan DJP. Dalam pertimbangannya, Majelis menegaskan bahwa beban pembuktian untuk meyakinkan kebenaran dan keabsahan biaya berada sepenuhnya pada Wajib Pajak.
Majelis menegaskan bahwa PT KMHI gagal membuktikan realisasi terkait biaya provisi sebagaimana didalilkan. Bahwa keterangan berupa screen shot dari sistem akuntansi internal perusahaan dianggap Majelis hanya sebagai pencatatan atas bukti transaksi, bukan alat bukti itu sendiri. Majelis menganggap pencatatan tersebut tidak dapat membuktikan keterjadian atas realisasi terjadinya Obsolate Stock and Late Costs, sehingga koreksi ini tetap dipertahankan.
Sementara itu. terkait biaya Government Duties & Levies, Majelis menilai bahwa selama proses persidangan, PT KMHI tidak dapat menyampaikan alat bukti apapun untuk membuktikan dalil bandingnya. Akibatnya, Majelis tidak dapat melakukan penilaian lebih lanjut atas kebenaran material dan memutuskan untuk mempertahankan koreksi.
Putusan ini kembali menegaskan pentingnya bagi Wajib Pajak untuk memahami bahwa setiap biaya yang dibebankan dalam laporan laba rugi fiskal harus didukung bukti yang memadai dan memenuhi syarat fiskal. Dalam sengketa yang berkaitan dengan pembebanan biaya, Wajib Pajak wajib membuktikan bahwa biaya tersebut benar-benar terjadi, berhubungan langsung dengan kegiatan 3M, dan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Kegagalan menyajikan bukti primer yang konkret di hadapan Majelis, menjadi faktor penentu kekalahan Wajib Pajak, menegaskan prinsip bahwa siapa yang mendalilkan (dalam hal ini, Wajib Pajak) dialah yang harus membuktikan.
Analisa Lengkap dan Komprehensif atas Sengketa Ini Tersedia di sini